Akibat Rokok Negara Harus Beri Subsidi Kesehatan 4 Kali Lipat

Akibat rokok negara harus menanggung subsidi kesehatan kepada masyarakat, Gerakan anti tembakau dan anti rokok seakan tidak menimbulkan efek jera kepada produsen dan industri rokok. Buktinya, setiap tahun angka produksi rokok meningkat seiring dengan prinsip ekonomi untuk selalu meraih keuntungan dari industri ini.

“Industri tembakau memang menyumbang pendapatan negara lumayan besar, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Pada tahun 2011 sumbangan dari cukai rokok mencapai Rp. 62,759 triliun. Akan tetapi dampak kesehatan akibat rokok jauh lebih besar mencapai Rp. 240 triliun. Artinya negara harus mensubsidi kesehatan rakyat akibat rokok empat  kali lipat,” kata pegiat anti rokok Ries Dyah Fitriyah, M.Si. yang juga dosen Fakultas Dakwah IAIN  Sunan Ampel kemarin.

Menurut nya, subsidi negara akibat rokok terhadap kesehatan rakyat seperti sakit kanker, jantung, darah tinggi, bronchitis, infeksi paru-paru, asma, dll. Subsidi juga menyentuh upaya rehabilitasi dari kecanduan akibat rokok.

Dyah menuturkan, hanya industri rokok yang terus menerus meraup keuntungan dari beban penyakit yang ditimbulkan rakyat. Terlihat jelas tren meningkatnya pendapatan industri rokok.

Berdasarkan catatan FAO, pasar tembakau dunia hingga tahun 2012, mencapai 464,4 miliar dollar AS. Jika diibaratkan APBN suatu negara, maka pendapatan sebesar itu akan menempatkan negara tersebut berada di urutan ke-23 sebagai negara dengan PDB terbesar di dunia. Nilai ekonomis yang fantastis ini, menjadikan industri rokok sebagai primadona bagi pelaku usaha di tingkat global.

Menurut Ries Dyah Fitriyah, industri rokok sangat dekat dengan kepentingan korporasi global. Bahkan ketika pemerintah Indonesia bersama DPR, mau mengesahkan RUU Pengendalian Produk Tembakau, yang di dalamnya terdapat larangan bagi industri rokok untuk menggunakan bahan tembakau karena mengandung zat adiktif, industri rokok pun meng-intervensi.

Industri rokok pada gilirannya memunculkan gerakan dari sebagian masyarakat yang tidak mendukung RUU Pengendalian Produk Tembakau. Gerakan anti RUU ini sarat akan kepentingan pelaku bisnis rokok jaringan internasional (global).  Akibatnya, pemerintah makin didikte oleh pengaruh kepentingan negara-negara maju yang merepresentasikan rezim kapitalisme global.

Terlepas dari pro kontra masalah tembakau yang ada dalam rokok, kontribusi rokok pada pola hidup sehat di kalangan usia anak sangat memprihatinkan. Indonesia sebagai negara dengan penduduk 240 juta  orang, menjadi salah satu pangsa pasar potensial dari bisnis rokok.

Data riset kesehatan tahun 2007 menyebutkan, perokok pada usia 15-19 tahun mencapai 4,2 juta jiwa. Dari angka tersebut 7 persen usia perokok adalah sekolah dasar (SD), 16 persen usia sekolah menegah pertama (SMP), sedangkan usia sekolah menegah atas sebanyak 24 persen.

Tingginya jumlah perokok usia anak-anak tidak lepas dari pengaruh iklan rokok, perilaku orang dewasa dan kemudahan untuk memperoleh rokok. Tidak ada kesulitan bagi masyarakat untuk memperoleh rokok, karena jaringan penjualan rokok sangat luas  hingga pelosok desa.

Hal ini dikarenakan tidak adanya regulasi yang membatasi penjualan rokok di toko-toko kelontongan di Indonesia memudahkan setiap orang membeli rokok, baik itu anak-anak maupun orang dewasa.

Meski semua orang tahu akan bahaya atau penyakit yang ditimbulkan akibat rokok, jumlah perokok aktif terus mengalami peningkatan. Perilaku merokok di kalangan masyarakat dianggap bukan sebagai suatu yang menimbulkan keresahan sosial dan perilaku merokok masih ditolerir oleh masyarakat.

Data WHO tahun 2007 memperkirakan bahwa 59 persen pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian dan angka prevalensi perokok cenderung meningkat selama 5 tahun terakhir.

Pola merokok bergeser pada kelompok umur yang lebih muda (15-19 tahun). Angka prevalensi merokok menurut jenis kelamin didapatkan pada penduduk laki-laki (59,5 persen) dan perempuan (1,2 persen).

Dari mereka yang merokok sebanyak 92 persen  menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar dari anggota keluarga dapat dikategorikan sebagai perokok pasif.

Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke-5 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar). Sehingga jelaslah, bahwa masalah merokok tidak hanya berdampak begi kesehatan si perokok, melainkan juga orang-orang di sekitarnya.

akibat rokok

Leave a comment